
Perayaan
pergantian tahun atau malam tahun baru, sepertinya kurang lengkap tanpa ledakan
petasan dan kembang api. Selama sebulan terakhir kembang api dan petasan bebas
diperjualbelikan, larangan aparat berwenang yang tanpa diikuti penertiban
serius, mengalahkan budaya
petasan dan kembang api.
Seperti
tahun-tahun sebelumnya, bitungnews.com memantau malam tahun baru di Rumah Sakit
TNI Angkatan Laut, Dokter Wahyu Slamet, pada Sabtu 1 januari 2016, pukul 00.15
Wita. Hanya setengah jam berada di Rumah Sakit tersebut, korban ledakan petasan
satu-persatu tiba untuk segera mendapat perawatan medis.
Seorang
Balita berumur 1,5 tahun, menangis kesakitan mengalami pendarahan di bagian
mata kiri, akibat ledakan petasan. Namun pihak RSAL, merujuk pasien ini ke RSUP
Malalayang Manado, karena tidak ada dokter spesialis mata.
Seorang
perempuan paruh baya, Meifi berjalan tertatih-tatih kesakitan di jari kaki,
karena petasan masuk ke dalam sepatunya. Dia menolak berkomentar karena tak
mampu menahan rasa sakit di jari jempol dan telunjuknya. Dia terpaksa harus
antri menunggu perawatan selama setengah jam, karena paramedis harus merawat
korban petasan yang lebih dulu datang. Demikian juga Ismail, yang tangannya
bersimbah darah akibat ledakan petasan.
Kecelakaan
akibat petasan tersebut tergolong berakibat luka ringan, dibandingkan dengan
yang terjadi di Pekanbaru, Riau, yang merenggut nyawa Bocah bernama Alfaro (5).
Atau seperti yang terjadi di Pekalongan, Jawa Tengah, terhadap Kliwon (43) yang
meregang nyawa akibat ledakan petasan racikannya.
Mudah-mudahan
kasus-kasus di atas dapat menjadi pelajaran bagi kita semua, akan bahaya dan
ancaman budaya petasan/ kembang api yang dapat berakibat fatal. Kebersamaan
dengan keluarga merupakan alternatif terbaik bermalam tahun baru. “Selamat
Tahun Baru 2016”. sumber:bitungnews.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar