Ritual  Cap Go Meh yang menjadi akhir dari perayaan Imlek 2563 di Kota Bitung  diramaikan dengan Tang Sin atau Duta Alah dari Umat Tri Dharma. Tak  tanggung-tanggung prosesi ini diramaikan dengan 6 Tang Sin sekaligus  dengan 7 kio atau kereta.     “Kegiatan ini diramaikan dengan  7 Kio dan 6 Tang Sin dengan rute jalan  sepanjangn 3 KM,” ungkap  ketua Panitia Pelaksanaan ini Lanny Sondakh.  Tak hanya itu, diapun menguraikan kalau iring-iringan barisan prosesi  Cap Go Meh ini  dimulai dengan barisan pertama yaitu Spanduk perayaan  Goan Siau kemudian diikuti barisan Non ritual atau budaya Nasional  seperti  Tarian kabasaran, Tarian Reok, 
Tarian kereta Hias Bhineka Tunggal Ika dan Bohusami, Barisan BKSUA, barisan PKK, musik Terompet dan mobil ambulance, di barisan ke 3 diisi oleh barisan ritual, Spanduk Kok Thai Ping An, sepasang Gong atau lonceng langit, Barisan lampion, pasukan 5 kuda panglima, pasukan 36 bendera, barongsai, dan Liong Ritual disusul barisan ke
4 adalah barisan kereta hias sepereti kereta hias nomor 1 sampai 3, diisi barisan musik bambu, kereta hias nomor 4 sampai 6 kemudian diisi lagi dengan Musik bambu, pun demikian dengan kereta hias nomor 7 sampai 9 ditutup dengan barisan musik bambu, pada barisan ke 5 ada Tarian Naga, barisan ke 6 ada Barisan petugas sembahyang atau Hok Siou 3 periode terdahulu, sementara untuk barisan terakhir adalah usungan Kio atau kereta baru keluar sekitar pukul 17.30 2 wita dengan urutan Kio Lo Cia, Kio Tamu, kio Hian Thian Sian Te, Kwan Kong, Hok Tek Ceng Sien/Seng Kong, Maco (Aseng) dan ditutup dengan Mobil penerangan/perlengkapak air minum, Mobil panitia, musik bambu dan keamanan.
Tarian kereta Hias Bhineka Tunggal Ika dan Bohusami, Barisan BKSUA, barisan PKK, musik Terompet dan mobil ambulance, di barisan ke 3 diisi oleh barisan ritual, Spanduk Kok Thai Ping An, sepasang Gong atau lonceng langit, Barisan lampion, pasukan 5 kuda panglima, pasukan 36 bendera, barongsai, dan Liong Ritual disusul barisan ke
4 adalah barisan kereta hias sepereti kereta hias nomor 1 sampai 3, diisi barisan musik bambu, kereta hias nomor 4 sampai 6 kemudian diisi lagi dengan Musik bambu, pun demikian dengan kereta hias nomor 7 sampai 9 ditutup dengan barisan musik bambu, pada barisan ke 5 ada Tarian Naga, barisan ke 6 ada Barisan petugas sembahyang atau Hok Siou 3 periode terdahulu, sementara untuk barisan terakhir adalah usungan Kio atau kereta baru keluar sekitar pukul 17.30 2 wita dengan urutan Kio Lo Cia, Kio Tamu, kio Hian Thian Sian Te, Kwan Kong, Hok Tek Ceng Sien/Seng Kong, Maco (Aseng) dan ditutup dengan Mobil penerangan/perlengkapak air minum, Mobil panitia, musik bambu dan keamanan.
Sementara  itu diungkapkan oleh Panitia kalau sejak tahun 2002 sampai dengan tahun  ini, umat Tri Dharma sudah 8 kali melakukan prosesi ini. “Sejak tahun  2002 sudah 8 kali pelaksanaan cap Go Meh ini, 2 kali pelaksanaan tak  dilakukan karena tak diijinkan oleh dewa,” jelas salah satu panitia.
Pada  acara tersebut juga terligat sekelompok turis manca negara yang  menikmati tontonan ini seperti tamu dari Bastianos diving Lembeh. “Kami  hanya memberitahukan kepada mereka kalau ada atraksi  cap go meh di  Bitung dan ternyata mereka mau datang kemari menghapus agenda menyelam  mereka,” ungkap Nathalia Rombot salah satu staf di Bastianos Diving  Resort.
Sementara  itu, Thomas Dan Githe salah satu turis mancanegara dari German yang  dijempuai media online ini mengungkapkan kenikmatannya melihat prosesi  ini. “Untuk pertama kalinya saya melihat atraksi ini dan kami sangat  beruntung ada di indonesia bisa melihat atraksi budaya ini,” kata Githe
Sementara  itu Kabag Ops polres Bitung Kompol Asep Dharmawan ketika dikonfirmasi  mengenai pengamanan ini mengatakan kalau pihak kepolisian menurunkan  sekitar 300 lebih personil. “Kami melakukan pengamanan terbuka dan  tertutup untuk dan syukurlah sampai acara selesai tidak ada persoalan  yang mendasar,” jelas Dharmawan sambil mengungkapkan kalau penonoton  sendiri diperkirakan mencapai puluhan ribu orang.
Uniknya  pada pada prosesi ini, tak hanya sesajen dari budaya cina namun  terlihat juga sejumlah sesajen dari Suku Minahasa yang diletakan pada  tatakan beras. Sesajihan itu seperti Saguer, Kopi, nasi Bungkus, Sate,  Captikus dan pinang. “Mungkin ini wujud penghormatan panitia kepada  budaya setempat,” kata salah seorang pengunjung yang juga adalah pejabat  kota Bitung.
Hanny  Sondakh sendiri ketika dijumpai mengatakan kalau prosesi ini bukan  hanya milik orang Tiong Hoa namun juga menjadi milik banyak orang. ‘Coba  kita lihat mulai dari Penari Barongsai, pembawa kio dan para pengisi  acara pada kegiatan ini ada orang Minahasa, Gorontalo, Sangihe dan  suku-suku yang ada di Indonesia ini membuktikan kalau acara ini adalah  milik bangsa,” kata Sondakh yang saat itu menerima surat dari salah  seorang Tang Sin.(RD) Bitungtimes.com

 
Tidak ada komentar:
Posting Komentar