BITUNG - Komitmen pemerintah
dalam memberantas illegal fishing melalui penegakan hukum di laut telah
memberikan dampak yang signifikan bagi ekonomi perikanan di beberapa daerah.
Salah satunya telah menciptakan keseimbangan baru dalam iklim usaha perikanan
di Kota Bitung, Sulawesi Utara.
"Kapal ikan lokal
sudah mendominasi di perairan Bitung. Laju produksi perikanan bergerak positif,
dengan meningkatnya hasil tangkapan per trip sebesar 17 persen oleh 2.061 kapal
ikan lokal yang melibatkan 28.843 nelayan", ungkap Menteri Kelautan dan Perikanan
Susi Pudjiatuti, dalam kunjungan kerjanya di Bitung, Jumat (13/5).
Selain itu Susi
menambahkan, dampak positif lainnya adalah meningkatnya Nilai Tukar Nelayan
(NTN) di provinsi Sulawesi Utara. Menurut data Badan Pusat Stastistik (2015),
NTN di Bitung meningkat dari 109,40 pada 2014 menjadi 111,42 pada 2015. Untuk
itu, pemerintah mengapresiasi peningkatan produktivitas perikanan di Bitung dan
berkomitmen perikanan tangkap seratus persen diperuntukkan bagi usaha dalam
negeri.
“Kami berusaha mengawal
semaksimal mungkin perikanan. Kedaulatan yang terutama. Nelayan harus Berjaya
di lautnya. Kapal lokal harus mendominasi. Jika kapal lokal mendominasi,
produktivitas nelayan meningkat. Hasil tangkapan bias dijual atau disupplai ke
pabrik. Saya berkomitmen perikanan tangkap seratus persen untuk dalam negeri,”
paparnya.
Sebelumnya, produksi
perikanan tangkap di Bitung tercatat hanya 111.316 ton. Jumlah ini sangat
rendah jika dibandingkan dengan kapasitas penangkapan ikan yang didominasi oleh
kapal penangkap ikan eks asing dengan rata-rata 190 GT. Sedangkan potensi
produksi yang tidak tercatat dari 95 kapal ikan eks asing selama 2014 sekitar
60.269 ton atau senilai Rp. 3,013 triliun. Selain itu, tercatat telah terjadi
penyimpangan penggunaan BBM bersubsidi oleh kapal-kapal eks asing sebesar Rp
189 miliar pada 2014.
Menteri Susi menjelaskan
turunnya produksi perikanan pada Unit Pengolahan Ikan (UPI) tahun 2014 di
Bitung, tercatat sebanyak 53 unit dengan total kapasitas terpasang sebesar
361.200 ton/tahun, dengan utilitas 41,86 persen bahan baku dipasok dari Bitung,
Manado dan Gorontalo. Sementara untuk 2015, tercatat sebanyak 54 UPI mengalami
penurunan utilitas menjadi 22,53 persen yang disebabkan berkurangnya pasokan
bahan baku.
“Ini sebenarnya
konsekuensi dari tidak beroperasinya lagi kapal penangkapan ikan eks asing,
dimana 54.223 ton atau 36 persen bahan baku UPI bergantung pada perusahaan
penangkapan ikan eks asing. Hal itulah yang menyebabkan UPI melakukan
pengurangan jumlah hari operasi dan penyesuaian kebutuhan tenaga kerja,
terutama tenaga kerja borongan, bukan tenaga kerja tetap”, jelas Susi.
Turunnya produksi olahan
UPI akhirnya berujung pada turunnya volume ekspor sebesar 37,68 persen yakni
dari 31007 ton pada 2014 menjadi 19.323 ton pada 2015. Sementara untuk nilai
ekspor, turun sebesar 22,45 persen yakni dari US$ 125.883.438 menjadi US$
97.579.417 atau turun sebesar Rp. 367,3 miliar.
Peningkatan
produktivitas perikanan di Bitung tentunya harus dibarengi dengan kebijakan
pemerintah, untuk menghindari adanya penumpukan hasil tangkapan yang
mengakibatkan merosotnya harga ikan. Untuk itu, Kementerian Kelautan dan
Perikanan (KKP) mempersiapkan pengaturan kapal penyangga untuk mengangkut hasil
tangkapan.
“Hal ini dilakukan guna
untuk mendongkrak ketersediaan bahan baku untuk UPI. Maka perlu dilakukan
pengaturan kapal penyangga dari fishing ground ke pelabuhan dengan bekerjasama
dengan BUMN Perikanan yakni Perum Perindo untuk memenuhi kebutuhan”, tutur
Susi.
KKP juga memberikan
sejumlah bantuan senilai Rp. 14,5 Milyar (daftar terlampir) untuk mendukung
aktivitas kelautan dan perikanan di kota Bitung. Dia berharap bantuan ini dapat
menjadi angin segar bagi nelayan dan dapat dimanfaatkan untuk mendorong
produktivitas dalam menggerakkan perekonomian usaha nelayan. manadoexpress.co
Tidak ada komentar:
Posting Komentar