BITUNG -
Sejumlah organisasi kepemudaan di Kota Bitung menolak tegas keberadaan paham
radikalisme yang mulai merongrong negeri ini, seperti yang dilontark Terry
Wowor Ketua DPC GAMKI Cabang Bitung keberadaan paham radikalisme bakal merusak
kutuhan bangsa dan mencerai beraikan sesama. "Untuk itulah kami dengan
tegas menolak paham ini, paham yang unjung-ujung bertindak kekerasan,"
tegas Wowor ditemui usai mengikuti pelaksanaan upacara bendera dalam rangka
hari kebangkitan Nasional, Jumat (20/5) kemarin.
Menurut Wowor masyarakat Sulut khususnya kota Bitung jangan
sekali-kali menganut paham tersebut, melainkan harus berlandaskan kasih.
"Ya, dengan kasih kita dapat mewujudkan kecintaan dan mempertahankan
negara kesatuan republik Indonesia (NKRI)," terangnya.
Wali kota Bitung Max Lomban menilai saat ini terjadi beda
tafsir terhadap paham dan ideologi Negara hingga muncul beberapa tindakan yang
melenceng hingga menghadirkan kelompok-kelompok yang menganut faham radikal.
"Contohnya, ISIS, Teroris, Gafatar dan masih banyak lagi faham lain yang
berkembang ditengah masyarakat yang tidak sesuai kaedah dan norma serta dasar
hukum NKRI," jelas Lomban.
Sementara itu menurut Taufik Pasiak, akademisi Unsrat
potensi ancaman gesekan horizontal karena berbagai aspek ditambah masuknya
beberapa paham radikal ke dalam masyarakat menambah rumit persoalan sosial
kemasyarakat yang ada sekarang ini. Ini diungkapkan ketika membawakan materi
dalam seminar wawasan kebangsaan dalam bingkai NKRI yang dilaksanakan oleh
Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) di lantai IV kantor Walikota
Bitung.
"Jika ada konflik maka harus ada 3 hal yakni Mediator
atau pihak ketiga, pihak yang berkonflik juga bersedia mencari titik temu dan
hasil kesepakatan dijalankan dengan sungguh-sungguh. Kita tidak bisa mengelak
dari kemajuan teknologi sekarang ini walaupun kemajuan itu juga merupakan
potensi konflik," ujar Pasiak. Dia menambahkan kemajuan teknologi yang
kerap disebut potensi yakni banyaknya pengetahuan yang berkembang kemudian
menafsirkan banyak hal yang diluar aturan atau norma-norma yang berlaku, yang
akhirnya menimbulkan beberapa paham yang dianggap keliru. "Selain itu,
saya sedikit takut jika ada tokoh agama lantas ikut-ikutan dalam politik, ujungnya
pasti ada yang akan protes," tandasnya.
Terpisah Kepala Bidang Ideologi dan Wawasan Kebangsaan, Agus
Momijo yang dikonfirmasi mengatakan digelarnya seminar ini untuk mewujudkan
semangat kebangsaan serta menanamkan nilai-nilai Kebangsaan pada para peserta
dari satu generasi ke generasi lainnya dalam rangka menangkal paham radikal dan
terorisme. "Sekarang ini kan muncul paham dan potensi konflik yang
mengancam nilai-nilai kebangsaan yang sudah susah payah dibangun, olehnya kita
buat seminar mengundang semua lembaga adat, siswa dan mahasiswa untuk mendorong
semangat kebangsaan mereka," jelas Mamijo. manado.tribunnews.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar