Hari masih pagi. Bahkan
matahari masih malu-malu menampakkan diri.
Namun, Jumat (5/2) pagi itu,
suasana di Kelurahan Tanjung Merah Kecamatan Matuari Kota Bitung sudah begitu
mencekam.
Ratusan warga yang tergabung
dalam Masyarakat Adat Masata (Manembo-Nembo, Sagerat dan Tanjung Merah) menolak
eksekusi pengosongan lahan seluas 92,96 hektare yang di atasnya berdiri ratusan
rumah untuk Kawasan Ekonomi Khusus (KEK).
Warga membentuk barikade.
Ibu-ibu dan anak- anak seolah menjadi tameng dengan berdiri di garda terdepan.
Harapannya, mereka mampu
ekskavator untuk tidak masuk ke areal kampung, meratakan rumah yang mereka
tinggali.
Sementara lebih dari seribu
aparat gabungan mulai dari Kepolisian, TNI dan Satuan Polisi Pamong Praja
berjaga-jaga.
Sejak pagi, warga menolak
dengan berteriak, membentangkan spanduk penolakan dan menyanyikan lagu-lagu
nasional.
"KEK itu untuk
kepentingan pihak asing, kami butuh tempat tinggal, kami orang miskin. Masak
negara lain masuk bisa dapat tempat tinggal, sementara kami masyarakat
Indonesia tidak diberikan tempat tinggal," seru seorang warga.
Namun eksekutor tetap
menjalankan rencananya. Tak ayal lagi, aksi saling dorong antara warga dengan
Sapol PP pun tak terelakan. Bahkan warga sempat melempari batu ke arah petugas.
Ketika kondisi makin tidak
terkendali, terdengar jeritan tangis anak-anak. Mereka ketakutan.
Terlebih ketika petugas
serta alat berat berupaya menerobos palang bambu yang dibuat oleh warga.
Anak-anak menangis mengajak orangtuanya untuk pergi.
Mereka terlihat takut dengan
aksi pembongkaran yang dilakukan oleh petugas.
Joi, seorang siswa SD
misalnya, ketakutan melihat orangtua dan keluarganya terlibat dalam bentrok
dengan petugas. "Mari jo pulang, pulang jo Pa, pulang jo Ma,"
tangisnya.
Bahkan anak lain sambil
dipeluk nampak terus menangis mengajak pulang. "Pulang, pulang,
pulang," tangis anak-anak ini di dalam pelukan orangtuanya.
Tak hanya anak-anak, para
ibu pun menjerit histeris. Mereka menangis sejadi-jadinya.
Di tengah suasana ricuh itu,
terjadi aksi lempar batu. Petugas Satpol PP pun terkena lemparan batu dan harus
dilarikan ke rumah sakit.
Seperti dialami Ikhsan
Maloke, mukanya berdarah karena terkena lemparan batu. "Saya kena batu di
hidung dan jidat," katanya sembari menahan sakit.
Begitu juga Rut, wanita
petugas Sat Pol PP ini terkena batu di bagian kepala. Sementara petugas Satpol
PP lainnya yakni Yuris, wajahnya terkena pukulan besi.
Satpol PP, Muhamad malah
punggungnya dipukul pakai balok. "Untung saja hanya di bagian punggung,
coba kalau dia pukul di kepala. Tak tahu jadi apa. Kami hanya menjalankan
tugas, kami juga mengerti mereka," katanya.
Sementara itu, Marthen
Mantik (73), satu di antara warga mengatakan, pengosongan yang dilakukan
pemerintah itu bisa dikategorikan menindas warga.
"Harus ada perdamaian,
bercerita baik-baik dengan warga dan ada rasa hormat untuk mengeluarkan
kami," teriak Mantik.
Pria paruh baya yang tinggal
dua tahun di lahan KEK itu mengganggap warga diperlakukan kasar. "Kami ini
bukan binatang harus dikeluarkan seperti ini. Kami tidak menerima pengosongan
yang dilakukan," teriaknya lagi.
Dia mengaku setelah rumahnya
diratakan dengan tanah, tidak tahu lagi harus tinggal.
"Kalau ada Rusunawa ya
syukur. Kalau boleh mereka siapkan Rusunawa untuk kami tinggal," pintanya.
Sementara itu, Melki warga
yang mengosongkan sendiri rumahnya mengaku terpaksa mengikuti anjuran pemerintah
dan akan pindah ke Rusunawa.
"Sudah tiga tahun
tinggal di sini. Mau tidak mau harus pindah dan bongkar sendiri," kata
Melki.
467 Rumah Dikosongkan
Kepala Dinas Tata Ruang
Pemko Bitung, Steven Tuwaidan, Jumat (5/2) menjelaskan, total lahan yang dikosongkan
pihaknya untuk Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) di Kelurahan Tanjung Merah
Kecamatan Matuari seluas 92,96 hektare.
"Jumlah ini belum
ditambah dengan 291 hektare untuk reklamasi pantai mulai dari Kelurahan Girian
Bawah Kecamatan Girian hingga Kelurahan Tanjung Merah Kecamatan Matuari, bahkan
bisa sampai ke Kabupaten Minahasa Utara," kata Steven di sela-sela
eksekusi lahan.
Lanjutnya, untuk keseluruhan
lahan KEK di Kota Bitung ada 534 hektare, dimana untuk lahan yang ditempati
ratusan bangunan warga Adat Masata (Manembo-Nembo, Sagerat dan Tanjung merah)
92,96 hektare merupakan zona inti untuk KEK tahap pertama pembagunan KEK ada
dilahan yang dikosongkan.
"Total ada 467 untuk
bangunan rumah dan di dalamnya ada tiga rumah ibadah, bangunan yang ditempati
warga 247, sisanya 22 bangunan kosong sudah tidak ditinggali. Lahan ini milik
negara eks hak guna usaha (HGU)," terangnya.
Lebih lanjut dikatakan
Steven, masyarakat yang terkena pengosongan dan benar-benar tidak memiliki
tempat tinggal akan diberikan fasilitas Rusunawa.
"Ada 143 kepala
keluarga yang minta tinggal di rumah susun karena tidak ada tempat tinggal
lagi," ungkapnya.
Adapun Rusunawa yang
disiapkan Pemko Bitung untuk menampung warga di Kelurahan Wangurer dan
Manembo-Nembo, sementara untuk Rusunawa di Kelurahan Sagerat masih dibahas.
"Akan ada upaya dari
pemerintah untuk kekurangannya. Belum tahu apa-apa saja, tapi mudah-mudahan
dapat informasi mengenai kebutuhan masyarakat di Rusunawa seperti apa,"
tandasnya.
Kapolda Turun ke Bitung
Kapolda Sulut, Brigjen
Wilmar Marpaung, Jumat (5/2) turun ke lapangan untuk memastikan jalannya
eksekusi pengosongan lahan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Bitung berlangsung aman
dan lancar.
Kapolda mengerahkan pasukan
elitenya, Tim Barracuda dan Tim Manguni turut berjaga.
Dijelaskan Kapolda,
pembebasan lahan dilakukan sesuai surat imbauan yang dikeluarkan Pemerintah
Kota Bitung.
Dijelaskannya, ada 1.644 tim
gabungan yang terdiri dari Polri dan TNI, Sat Pol PP Provinsi, Bitung dan
Minahasa Utara diturunkan untuk eksekusi pengosongan lahan.
Personel ini terbagi Polda
Sulut 974 personel, TNI AD 1 SST 30, TNI AL 1 SSK 100, TNI AD 2 pleton, Kodim
Bitung 2 SST, Sat Pol PP Bitung 150, Sat Pol PP Provinsi 150, Sat Pol PP Minut
100, POM AD 10, AL 5, AU 5.
Kapolda menegaskan, kawasan
tersebut sudah harus bersih. "Pemko Bitung sudah mengeluarkan surat
imbauan bagi warga untuk segera mengosongkan. Imbauan sudah dikeluarkan sejak 5
Januari, hingga batas waktu 5 Februari, kawasan ini sudah harus bersih,"
ungkapnya. sumber:manado.tribunnews.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar