Ironis, kata ini kembali
patut dialamatkan pada perusahan unit pengolahan ikan (UPI) di Kota yang
kembali mendatangkan atau impor bahan baku ikan dari luar Kota Bitung, sebagai
wilayah penghasil ikan terbesar namun karena satu dan lain hal membuat
perusahan UPI memilih impor.
Seperti yang disampaikan
wakil General Manager (GM) PT Delta Pasific Indotuna Cholid Alkatiri, bahwa
satu diantara tujuh perusahan UPI di Kota Bitung melakukan Import bahan baku
ikan jenis Cakalang.
"Jadi pada Jumat (12/2)
pekan lalu kami Impor ikan Cakalang dari Korea Selatan (Korsel), sekitar 100
Ton didalam empat konteiner ukuran 40 feet," tutur Cholid akkir pekan
lalu. Ini sudah yang keduakali dilakukan PT Delta mengimport bahan baku ikan
dari luar setelah sebelumnya pada Jumat (22/1) mendatangkan dari Negara India.
Dia berharap kebijakan
transhipment dari Kementrian kelautan dan perikanan (KKP) bisa dihapuskan agar
pihaknya bersama perusahan UPI lainnya di Bitung bisa melakukan penangkapan
ikan dengan baik. "Untuk izin import bahan baku ikan kami lakukan dalam
jangka waktu enam bulan kedepan sejak Januari 2016, dengan izin di dua Negara
saja yaitu India dan Korsel," tambahnya.
Lanjutnya dalam proses
pengurusan izin impor bahan baku dari luar negeri tidak lah mudah, biaya tinggi
dan memakan waktu cukup harus menjadi resiko bagi perusahan yang terletak di
Kelurahan Girian Bawah Kecamatan Girian untuk tetap melakukannya.
"Izinya harus diperpanjang
kalau waktunya habis, selaki melakukan pengurusan memerluhkan waktu seminggu.
Proses impor sendiri dari negera luar dikirim ke pelabuhan Surabaya harus
melakukan pengurusan di karantina Surabaya, ongkosnya ke Bitung meski mahal mau
tidak mau tetap dilakukan untuk jaga aset, pembeli dan karyawan kami,"
terangnya.
Dijelaskannya impor yang
dilakukan terbatas hanya di Negera India, Taiwan dan Korea Selatan, sementara
negara-negara di kawasan Asia tidak diizinkan, karena kemungkinan masih dalam
satu kawasan. Saat ini order untuk ekspor ikan kemasan atau kaleng dari PT
Delta Pasific Indotuna sangat banyak seperti papu nugini dan Cina tapi tidak
bisa.
"Banyak order tapi
belum penuhi secara maksimal seperti untuk Saudi Arabia kami pending karena
order mereka sampai 40 Konteiner mungking tiga bulan kedepa baru bisa
terpenuhi," tukasnya.
Terpisah Plant Manager PT
Delta Pasific Indotuna Basmi Said, mengatakan sebagai perusahan pengeksport
ikan kaleng dengan langkah impor jangan dilihat dari sisi ekspornya saja
melainkan lebih dikarenakan suplay ikan saat ini didominasi dari Muara Baru dan
Surabaya.
"Selain dalam keadaan
utuh, kami membeli dalam bentuk Loin tinggal dikalengkan termasuk dari
Kalimantan dan Sumatera serta di Indonesia termasuk PT Samudera Mandiri Sentosa
(SMS). Ini strategi untuk hidupkan karyawan 1.300 yang sisa, 500san diatur
bergantian atau safe masuk kerja," jelas Basmi.
Dijelaskannya, untuk pasar
ekspor ke Eropa lebih baik ketimbang pasar lokal yang bakal merugi, hanya
lebelnya yang menang sehingga dipilih ekspor penjualnnya meski sulit terpenuhi.
"Keluar dalam bentuk lebel dan kemasan serta dijual kualitasnya bukan
kuantitas untuk pasar," tambahnya.
Permintaan perbulan sendiri
untuk ekspor kebutuhan pasar timur tengah 50 sampai 60 ton dulu sebelum ada
Moratorium dikirim dalam 60 konteiner sekarang tidak lagi. "Untuk impor
yang masuk Jumat pekan lalu diperkirakan bisa memenuhi bahan baku selama empat
hari kedepan," tukasnya. sumber:manado.tribunnews.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar