Industri
perikanan di Kota Bitung terpukul. Puluhan pengusaha perikanan membawa massa
menggelar aksi damai di kantor Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS) Aertembaga
Bitung dan Tugu Cakalang. Kesekian kalinya mereka protes kebijakan yang
dikeluarkan Menteri Kelautan
dan Perikanan (KKP) Susi Pudjiastuti, Senin (7/3).
Di
kantor PPS, massa yang menamakan diri Perikanan Bitung Bersatu (PBB) diterima
Frits Lesnusa selaku Kepala PPS dan di Tugu Cakalang mereka berorasi dan
memasang kain hitam melingkar di tugu. Massa juga menaruh dua papan bunga
bertuliskan 'Perikanan Bitung Berdukacita Korban Permen Susi'. "Kami
prihatin,
Bitung
yang dikatakan Kota Cakalang kini tinggal kenangan," tutur Hein Kojongian,
satu di antara demonstran, kemarin.
Kata
dia, sangat beralasan, sejak diberlakukannya kebijakan Menteri Susi di Desember
tahun 2014, predikat Kota Cakalang seakan tidak ada lagi karena aktivitas lalu
lalang tenaga kerja, kegembiraan para karyawan di pabrik. "Kami sangat
berharap ada rasa kepedulian dari ibu Menteri Susi. Seumur-umur kami
berkecimpung di dunia perikanan baru kali ini kami menerima akibat dari
regulasi yang boleh dikata seakan membunuh dan arogansi tidaka da solusi
sifatnya pencitraan dengan merekayasa data," kata dia.
Dijelaskan
mengenai rekayasa data yang mereka terima dari kepala PPS dilaporkan ke Menteri
Susi 120 ton pasokan ikan per hari sementara saat sampai ke Menteri Susi 620
ton sehingga dengan data ini menunjukan bahwa hasil perikanan di Bitung
melimpah. "Benar ikan banyak di laut, tapi kalau tidak ada yang tangkap
sama saja bohong. Sifat ikannya migran selalu berjalan ke mana saja kalau
Indonesia tidak manfaatkan asas manfaat di Zona Ekonomi Eksklusif alangkah
bodohnya kita," terangnya.
Sejak
moratorium diberlakukan setiap hari perputaran uang sekitar Rp 7 miliar seakan
hilang. Sehingga kalau satu tahun ada Rp 3 triliun uang yang lenyap. "Ini
dana yang harusnya berputar menjadi daya beli dan menopang rupiah dalam
keterlibatan perekonomian," tukasnya.
Basmi
Said dari Asosiasi Unit Perikanan Ikan (UPI) dari keterangan yang disampaikan
oleh Kepala Perikanan Perikanan Samudera (PPS) Bitung, 45,208,52 ton per tahun
atau 150 ton per hari ditambah yang didatangkan dari Jawa 70 ton per hari sama
persis dengan data di UPI 220 per hari total.
"Nah,
laporan yang masuk ke Menteri 670 per hari semua jenis ikan. Ini titik
persoalannya pernyataan muncul terjadi peningkatan ikan di pasar tradisional,
itu tidak bisa terpungkiri tapi pusat tidak tahu jenis ikan untuk kebutuhan pasar
tradisional dan UPI adalah cakalang dan baby tuna yang kebutuhannya 1.100 ton
per hari yang masuk ke pasar tradisional jenisnya peligis kecil (malalugis dan
deho)," kata Basmi.
Inilah
letak kekurangan KKP tidak terpantau dengan data dan harus lihat di lapangan
untuk menyimpulkan data yang masuk ke Kementerian. "Data yang ada pada
kami per Februari 2016 rata-rata 4,7 ton per hari jenis deho dan malalugis,
untuk cakalang dan anak tuna 90 per hari dari kebutuhan 1.100 ton per hari.
Total keseluruhan 95 ton termasuk malalugis dan deho per hari. Sementara data
di PPS 150 ton per hari dari kami kaget yang 670 ton per hari mana dia mengaku
tidak pernah mengirim seperti itu nanti di sinkronkan dengan ikan yang
masuk," terangnya.
Di
sisi lain, aksi demo damai yang dilakukan para pelaku usaha perikanan di kantor
PPS Aertembaga dan Tugu Cakalang tidak dihadiri perusahan ikan lainnya. PT RD
Pasific dan Aliannce yang memilih mundur diri dari aksi tersebut.
"Kami
tidak bersependapat dengan aksi yang mereka lakukan itu. Karena di era
Pemerintahan Provinsi Sulut yang baru kami berharap banyak ada kemajuan untuk
dunia perikanan Bitung," tutur Frangky Tumion, Manager Administrasi RD
Pasific, Senin (7/3).
Dia
optimis di tangan Gubernur yang baru Olly Dondokambey dan Wakilnya Steven
Kandouw, dunia perikanan Bitung akan bergairah lagi. "Pemerintahan
Provinsi belum genap sebulan dan kami masih optimis Gubernur dan Wakil Gubernur
mampu memberikan jalan terbaik bagi kemajuan perikanan Bitung," katanya. sumber:manado.tribunnews.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar