Minggu, 22 November 2015

Inilah 8 Kendala KEK Versi CSIS



Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) memiliki 8 Kendala yang harus dicermati oleh Pemerintah. Hal ini terungkap dalam Seminar Publik yang digelar oleh Centre for Strategic and International Studies (CSIS) dan Universitas Sumatera Utara (USU) dengan tema : ” Kawasan Ekonomi Khusus dan Strategi di Indonesia: Tinjauan atas Peluang dan Permasalahan”.

Peneliti CSIS yang juga Kepala Departemen Ekonomi CSIS Jose Rizal Damuri mengungkapkan sedikitnya Terdapat 8 isu dan tantangan pengembangan KEK berdasarkan kajian CSIS.

Pertama, struktur kelembagaan, utamanya soal administrator terkait lambatnya proses pelimpahan kewenangan perizinan yang begitu banyak serta peningkatan kapasitas Administrator dalam menangani berbagai jenis perizinan. Lalu soal Badan Usaha Pengelola yang melihat pentingnya membentuk BUP permanen sedini mungkin yang mempraktikkan tata kelola yang baik serta memiliki ekspertise dalam membangun dan mengelola kawasan.

Kedua, koordinasi antar lembaga pemerintahan khususnya terkait sejumlah regulasi yang kurang bersahabat bagi iklim usaha dari pemda, lemahnya koordinasi antar institusi dalam proses pembangunan infrastruktur kawasan, dan koordinasi lembaga pemerintah di tingkat pusat yang masih kurang dalam penyusunan skema insentif. Ketiga, sistem insentif dan peraturan yang hingga kini belum terdapat kejelasan mengenai detil dan besaran dari insentif fiskal yang akan diberikan bagi pengusaha dalam KEK, termasuk kejelasan pemberlakuan insentif non-fiskal.

Keempat, pembangunan infrastruktur mengingat terbatasnya sumber daya pemda untuk membangun infrastruktur, dan juga koordinasi yang lemah antar institusi. Kelima, lokasi dan aglomerasi yaitu penentuan beberapa lokasi KEK yang belum memperhitungkan faktor keunggulan lokasi berdasarkan aglomerasi. Keenam, akses ke pasar internasional dan domestik harus dioptimalkan. Mengingat hanya KEK Sei Mangkei yang cukup dekat atau terintegrasi dengan jalur pelayaran internasional.

Ketujuh, ketenagakerjaan yang memerlukan rambu berupa kesepakatan awal yang menyangkut hubungan ketenagakerjaan yang berlaku di KEK. Misalnya, mengenai upah minimum, pesangon, dan lain sebagainya. Termasuk soal ketersediaan tenaga kerja yang memiliki keterampilan sesuai kebutuhan perusahaan di dalam KEK.

Kedelapan, soal isu lahan dan pertanahan dimana KEK didorong memberikan HGU untuk jangka waktu yang lebih panjang dibanding HGU yang berlaku diluar KEK, yaitu 30 tahun dan bisa diperpanjang untuk 20 tahun.

Sebanyak 13 Kawasan Ekonomi Khusus yang telah ditetapkan yakni:
1. Bintuni, Papua Barat
2. Bitung, Sulawesi Utara
3. Palu, Sulawesi Tengah
4. Morowali, Sulawesi Tengah
5. Konawe, Sulawesi Tenggara
6. Buli, Maluku Utara
7. Bantaeng, Sulawesi Selatan
8. Batulicin, Kalimantan Selatan
9. Ketapang, Kalimantan Barat
10.Landak, Kalimantan Barat
11.Kuala Tanjung, Sumatera Utara
12.Sei Mangkei, Sumatera Utara
13.Tanggamut, Lampung.
Selain itu, ada dua kawasan ekonomi di Jawa: Gresik, Jawa Timur, dan Sayung, Demak.
sumber:bitungnews.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar