Sabtu, 14 November 2015

Beny Ramdhani: Aparat Keamanan Harus Tegas Hadapi Aksi Teror Pembangunan Masjid



Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI, Beny Ramdhani mengatakan, Aparat Keamanan Polri/ TNI harus tegas menindak pelanggaram hukum yang terjadi dalam kasus penolakan pembangunan Masjid Syuhada, di Girian Permai, Kota Bitung, Sulawesi Utara.

Kasus intoleransi pembangunan Masjid Syuhada di
Kelurahan Girian Permai, Kota Bitung, Sulawesi Utara, menjadi preseden buruk bagi Kerukunan Antar Umat Beragama yang selama ini terjaga di Bumi Nyiur Melambai. Sebanyak 4 rumah warga dirusak akibat aksi penolakan pembangunan Masjid Syuhada.

” Polisi/ TNI adalah aparatur negara yang diberi wewenang untuk melindungi dan mengayomi seluruh masyarakat, jadi mereka harus menindak aksi teror terhadap warga,” kata Beny Ramdhani.

Hal ini disampaikan Senator perwakilan Sulawesi Utara, Beny Ramdhani, saat berdiskusi dengan sejumlah tokoh masyarakat dan agama, pada Sabtu 14/11/2015.

Jika aparat keamanan tidak tegas dalam menindak aksi teror dan otak aksi tersebut, kami dari DPD RI akan panggil Kapolri dan Panglima TNI, untuk membantu menyelesaikan masalah ini.

Menurut Beny Ramdhani, Pemerintah Kota Bitung juga tidak punya alasan untuk menghambat, rekomendasi pembangunan Masjid Syuhada, karena Panitia Pembangunan sudah mengurus persyaratan sesuai SKB tiga Menteri.

” Al-Quran dan Injil, mangajarkan cinta kasih dan kedamaian, tidak mengajarkan dendam dan kebencian, sehingga silaturahmi harus dilakukan oleh kedua belah pihak, agar intoleransi umat beragama tidak berlarut-larut,” kata Ramdhani.

Beny Ramdhani yang juga sebagai Ketua DPW Gerakan Pemuda Ansor dan Banser Sulawesi Utara menegaskan bahwa GP Ansor berkomitmen untuk selalu menjadi Garda Depan, kerukunan antar umat beragama.

” Contoh kasus di Bolaang Mongondow, Saya pasang dada saat terjadi penolakan pembangunan salah satu gereja, dan untuk di Bolmong, jumlah gereja lebih banyak daripada masjid, padahal penduduk mayoritas Islam, jadi Islam itu sangat-sangat toleran,” tambahnya.

“Saya tidak pernah melihat mayoritas dan minoritas, dalam kebebasan beragama, karena penolakan ini akan menjadi efek domino, dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia,” pungkasnya. sumber:bitungnews.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar