Anggota
Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI, Beny Ramdhani mengatakan, Aparat Keamanan
Polri/ TNI harus tegas menindak pelanggaram hukum yang terjadi dalam kasus
penolakan pembangunan Masjid Syuhada, di Girian Permai, Kota Bitung, Sulawesi
Utara.
Kasus
intoleransi pembangunan Masjid Syuhada di
Kelurahan Girian Permai, Kota Bitung,
Sulawesi Utara, menjadi preseden buruk bagi Kerukunan Antar Umat Beragama yang
selama ini terjaga di Bumi Nyiur Melambai. Sebanyak 4 rumah warga dirusak
akibat aksi penolakan pembangunan Masjid Syuhada.
”
Polisi/ TNI adalah aparatur negara yang diberi wewenang untuk melindungi dan
mengayomi seluruh masyarakat, jadi mereka harus menindak aksi teror terhadap
warga,” kata Beny Ramdhani.
Hal
ini disampaikan Senator perwakilan Sulawesi Utara, Beny Ramdhani, saat
berdiskusi dengan sejumlah tokoh masyarakat dan agama, pada Sabtu 14/11/2015.
Jika
aparat keamanan tidak tegas dalam menindak aksi teror dan otak aksi tersebut,
kami dari DPD RI akan panggil Kapolri dan Panglima TNI, untuk membantu
menyelesaikan masalah ini.
Menurut
Beny Ramdhani, Pemerintah Kota Bitung juga tidak punya alasan untuk menghambat,
rekomendasi pembangunan Masjid Syuhada, karena Panitia Pembangunan sudah
mengurus persyaratan sesuai SKB tiga Menteri.
”
Al-Quran dan Injil, mangajarkan cinta kasih dan kedamaian, tidak mengajarkan
dendam dan kebencian, sehingga silaturahmi harus dilakukan oleh kedua belah
pihak, agar intoleransi umat beragama tidak berlarut-larut,” kata Ramdhani.
Beny
Ramdhani yang juga sebagai Ketua DPW Gerakan Pemuda Ansor dan Banser Sulawesi
Utara menegaskan bahwa GP Ansor berkomitmen untuk selalu menjadi Garda Depan,
kerukunan antar umat beragama.
”
Contoh kasus di Bolaang Mongondow, Saya pasang dada saat terjadi penolakan
pembangunan salah satu gereja, dan untuk di Bolmong, jumlah gereja lebih banyak
daripada masjid, padahal penduduk mayoritas Islam, jadi Islam itu sangat-sangat
toleran,” tambahnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar