BITUNG - Industri perikanan di Kota Bitung bisa mengalahkan
General Santos, Filipina. Harapan itu disampaikan Menteri Kelautan dan
Perikanan RI, Susi Pudjiastuti saat berkunjung ke kota Cakalang, Bitung, Jumat
(13/5).
Pada kesempatan itu, Menteri Susi menegaskan, moratorium
(pemberhentian sementara) operasional kapal eks asing sudah dicabut.
"Moratorium sudah tidak ada, sudah berakhir. Namun
kapal yang melakukan pidana kita tenggelamkan," kata dia. Menteri KKP
mengunjungi ke kantor Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS) Bitung. Dia berdialog
dengan nelayan tradisional dan pengusaha perikanan. Menteri juga memberikan
bantuan senilai Rp 14,5 miliar, meresmikan bangunan di Pangkalan Pengawasan
Sumber Daya Perikanan dan Keluatan (PSDKP) wilayah timur di Tandurusa.
Susi kemudian dijamu makan siang di rumah dinas Wali Kota
Bitung, Max Lomban. "Kota Bitung saya yakin bisa menjadi pusat perikanan
menggantikan General Santos di tingkat dunia," kata dia.
Dalam arahannya yang berlangsung lebih dari 28 menit, Susi
mengaku selama hampir satu tahun setengah berada di KKP banyak hal yang telah
dilakukan. ia telah memperbaiki tata pemerintahan di segala bidang yang
bertujuan mensejahterakan masyarakat. "Kelautan dan perikanan kita seharusnya
jadi motor pertumbuhan ekonomi. Ada 70 persen wilayah Indonesia adalah laut.
Panjang pantai 97 ribu km, 17 ribu pulau, 5.800 juta km2 wilayah laut.
Seharusya perikanan kita jadi nomor satu di Asia dan Asia Tenggara. 10 tahun
terakhir ekspor dan kuantitas perikanan di Indonesia duduk di peringkat ketiga
ASEAN. Wajar tidak?," curhat Susi.
Kata dia, di Indonesia ada 115 perusahan eksportir perikanan
ditutup karena bangkrut. Dari 1.600.600 kini menjadi 800 ribu rumah tangga
nelayan saja. Menjadi nelayan tidak menarik minat lagi. Karena kondisi ikan
mulai sulit didapat. Ada yang ambil menggunakan alat canggih tidak ramah
lingkungan.
"Inilah yang ingin kami perbaiki. Saat pelaksaan
moratorium saya minta maaf ada pihak yang kena dampak. Tidak mungkin buat
polusi kemudian menyenangkan semua pihak," kata dia.
Susi mengungkapkan pemerintah sebelum moratorium menerbitkan
1.300 izin kepada kapal asing dari Thailand, Cina, Filipina, Taiwan, Autralia
dan negara lainnya. Berlangsung selama 10 tahun dan terjadi penyalahgunaan
izin.
"Yang terjadi di lapangan 10 sampai 20 kali dari 1.300
izin kapal yang beroperasi atau lebih dari 50 ribu kapal asing yang operasi
secara ilegal. Ini tidak bisa biarkan kalau ingin bangun perikanan maritim
Indonesia jadi jaya. Mau poros maritim dunia, bagaimana kalau laut tidak
berdaulat," kata pemilik Susi Air ini.
Susi menampik kalau disebut antiasing. Keberadaan asing
perlu untuk bekerj sama bahkan dengan semua negara, namun harus mengerti bahwa
Indonesia adalah negara berdaulat dan mandiri. manado.tribunnews.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar