Minggu, 01 Mei 2016

Sejarah Dinamakan Kelurahan Tandurusa, Terinspirasi dari Pohon Bercabang Delapan



TANDURUSA merupakan satu di antara kelurahan di Kecamatan Aertembaga, Kota Bitung. Dari pusat kota, daerah ini dicapai dalam waktu 15 menit.

Luasnya 376,31 hektare, dihuni 1.050 kepala keluarga dan 4.000 jiwa. Tandurusa berbatas wilayah dengan hutan
lindung pada bagian utara, bagian selatan dengan Selat Lembeh, sebelah timur dengan Kelurahan Makawidey, dan sebelah barat dengan Kelurahan Aertembaga.

Tribun Manado berusaha menggali asal muasal desa itu dengan menemui tetua kampung, yakni Pieter Pontoh (74) yang kini berdomisili di Teling, Manado, dan Agus Salikara (70), warga setempat.

Menurut Pieter Pontoh, lewat cerita yang diceritakan orang tua serta tua-tua kampung kepadanya, pemberian nama Tandurusa berawal dari lokasi perkebunan di tengah hutan belantara yang akan digarap.

"Tahun 1942 orang-orang dari Bitung di bawah pimpinan Hendrikus Langelo datang ke lokasi tersebut menggunakan perahu di pantai Tandurusa untuk melihat lahan yang dibagi-bagi untuk digarap. Begitu turun dari perahu dari tepi pantai Hendrikus melihat ke arah perbukitan lokasi yang akan diberikan pada masyarakat dilihatnya ada cabang-cabang pepohonan yang bentuknya seperti tanduk rusa cabang delapan," cerita Pontoh yang sering panggil Papa Tune.

Orang-orang yang dibawa oleh Hendrikus Langelo disebut juga tumani Bitung, artinya pendatang dari berbagai wilayah yang masuk ke Bitung. Kala itu pemerintah Belanda sedang membagi penempatan kerja bagi orang-orang pribumi. Ada yang sudah berkebun di bawah kaki Gunung Duasudara, ada juga yang baru datang dan baru menikah sehingga tidak mendapat jatah untuk berkebun.

Sebanyak 22 keluarga baru kemudian dikirim ke wilayah Tandurusa karena sudah tidak ada tempat lagi di wilayah Bitung untuk digarap. Saat itu kebun belum langsung digarap karena terlebih dahulu harus diurus administrasinya.

Seiring berjalannya waktu, oleh warga perkebunan itu dinamakan perkebunan Tandurusa karena terinspirasi dengan apa yang dilihat Hendrikus Lengelo terhadap cabang pepohonan yang berbentuk tanduk rusa. Di lokasi itu juga memang banyak ditemukan rusa.

"Ya, di sekitar kebun banyak sekali rusa dan babi hutan. Bahkan hewan-hewan ini sering bermain-main di kebun, pantai, hingga menyeberang ke Pulau Lembeh. Jika berpapasan dengan warga sering menjadi buruan," tuturnya.

Pada 1954 seluruh masyarakat yang berkebun turun ke kampung yang kini menjadi Kelurahan Tandurusa. Menurut Pontoh, Tandurusa awalnya merupakan sebuah kebun tua, tidak tersentuh oleh warga sebelumnya karena status tanahnya erfpacht (milik orang lain yang dikelola oleh pihak lain dalam jangka waktu lama dengan kewajiban membayar uang atau pendapatan). Nanti pada 1954 saat masyarakat berbondong-bondong turun dari kebun ke daerah itu barulah digarap hingga menjadi suatu desa bernama Tandurusa.

"Hukum tua pertama Paul Ruata. Dia merupakan juru tulis dari Bitung yang diboyong memimpin Desa Tandurusa. Oleh masyarakat diberi nama sesuai dengan nama perkebunan yang terletak di bagian atas perbukitan wilayah tersebut," kata dia.

Saat ini Kelurahan Tandurusa yang dipimpin Kepala Kelurahan bernama John Patrick Suharto merayakan hari ulang tahun kelurahan pada 19 Februari, sesuai pemberian surat keputusan pengesan desa. "Sekarang sudah tak terlihat lagi cabang-cabang pohon yang berbentuk tanduk rusa cabang delapan," tukasnya.

Zaman Permesta
Agus Salikara (70), saksi sejarah Kelurahan Tandurusa lainnya, menjelaskan, setelah menjadi desa masyarakat sempat merasakan pergolakan Permesta pada 1957. Kala itu masyarakat harus mengungsi ke Bitung Lembeh dan daerah Batuputih. "Terjadi perang 16 Juni 1958 selama dua tahun ada juga yang mengungsi ke kebun," cerita Agus.

Pria yang kini menjabat Kepala Lingkungan V Kelurahan Tandurusa menceritakan, saat terjadi pergolakan, tentara Permesta mundur ke kebun, sedangkan masyarakat keluar dari kebun. Setelah Permesta menyerah pada 1960 masyakarat pulang ke Tandurusa. Waktu itu pemerintahan berada di bawah Kecamatan Kauditan, Disktrik Tonsea.

"Sejak itu seingat saya ada empat jaga. Per satu jaga ada 100 kepala keluarga. Mengalami perubahan jadi delapan jaga seiring berjalannya waktu. Setelah Bitung menjadi kotamadya tahun 1990 Desa Tandurusa menjadi Kelurahan Tandursa dan memiliki lima lingkungan dan 19 RT hingga sekarang," urainya. sumber:manado.tribunnews.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar