Minggu, 30 Agustus 2015

Nelayan Bitung Takut Melaut Gara-gara Ini



Cuaca ekstrem yang terjadi selang bulan Juni hingga Agustus 2015 berdampak warga tidak bisa pergi melaut.

Akibatnya nasi, ikan dan sayur tak komplit lagi disajikan di atas meja makan.

Inilah yang dialami Frets Sandiri (60) warga Kelurahan Motto
lingkungan I RT 3 Kecamatan Lembeh Utara, mata pencariannya sebagai nelayan khusus tangkap cumi-cumi atau yang terkenal di mata masyarakat dengan sebutan suntung sudak tidak digeluti lagi.

"Bagaimana mau pergi melaut, ombak tinggi dan angin kencang. Sementara perahu yang kami gunakan melaut perahu kantinting menggunakan sema-sema," keluh Sandiri saat diwawancarai Sabtu (28/8/2015).

Di atas perahu berkapasitas satu orang awak, Sandiri enggan menggambil risiko pergi melaut meski harus menanggung akibat tidak ada hasil tangkapan untuk di jual dan hasil penjualannya dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan makan dan minum sehari-hari.

"Saat keadaan cuaca normal tak berangin dan berombak setiap hari bisa bisa memperoleh tangkapan Cumi dua sampai tiga ember, per embernya dijual Rp 150 ribu," tambahnya.

Kondisi seperti ini sudah berlangsung sejak bulan Juli hingga akhir Agustus dan diperkirakan akan normal pada akhir September 2015.

Namun dari pengalaman yang sudah dilalui kondisi cuaca ekstrem di laut bisa berlangsung lama hingga bulan Desember.

"Untuk makan sehari-hari mengandalkan pada bantuan pemerintah seperti beras raskin, untuk lauknya ganti tahu kalau sayur masih bisa dijangkau banyak di halaman rumah yang ditanam seperti sayur bunga pepaya dan lainnya," kata dia.

Nelayan cumi lainnya yang merasakan dampak signifikan dari cuaca ekstrem yang terjadi di laut tidak bisa berbuat apa-apa lagi.

Mau melaut sulit perkebun pun tanah kering dan gersang akibat musim kemarau yang terjadi terus menerus.

"Pencarian utama kami melaut karena angin dan ambok kencang tidak melaut, sehingga hanya berdiam diri setiap hari hanya duduk di dego-dego depan rumah," keluh Nano nelayan di Kecamatan Matuari tepatnya di Kelurahan Tanjung Merah.

Sempat tersirat dibenaknya untuk bertani menanam tanaman bisa menghasilkan selanjutnya dijual ke pasaran, namun nait itu dipatahkan oleh cuaca kemarau yang tak tau kapan berakhirnya.

"Kalau hujan bisa bertani namun karena panas semua kering. Sesekali harus pandai-pandai mensiasati kondisi cuaca yang terjadi nekad pergi melaut dipinggiran atau tepi pantai saja karena kalau di tengah laut berombak," tukasnya. sumber:manado.tribunnews.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar