Api
masih menjadi ancaman Hutan Tangkoko. Setelah sempat padam, Balai Konservasi
Sumber Daya Alam (BKSDA) Sulawesi Utara (Sulut) mendeteksi lima titik api
hingga Sabtu (17/10) masih menyala di kawasan konservasi itu.
Titik
api terbesar berada di tengah HutanTangkoko, yakni di
Cagar Alam Duasudara di
bagian menuju puncak Gunung Duasudara. Titik api ini sebelumnya sempat pada,
tapi kemudian mulai terlihat sejak Rabu lalu sebanyak tiga titik.
"Titik
api terbesar berada lokasi Patar Duasudara atau Cagar Alam Duasudara yang
berjarak tujuh kilometer dari titik flycamp milik relawan dan Tim Manggala
Agni," ujar Hambali Mokodongan, Kepala Pengendalian Operasi Manggala Agni
BKSDA Sulut Hambali Mokoagouw.
Sebanyak
33 petugas Manggala Agni dan relawan pencinta alam berusaha memadamkan api
memakai sistem flycamp sejak Rabu lalu.
Namun,
pemadaman tersebut menghadapi kendala. Logistik yang menipis membuat para
relawan harus pulang dari hutan lebih awal karena kondisi fisik menurun.
Hambali
menduga titik api yang baru tersebut disebabkan ulah manusia yang sengaja
membakar hutan.
Tim
Manggala Agni menemukan benda-benda yang berkaitan dengan aktifitas berburu
hewan.
"Kami
menemukan beberapa dodeso (perangkap hewan) di sekitar lokasi. Ini membuktikan
ada kesengajaan dari pihak tertentu, dalam hal ini pemburu hewan. Dodeso
terlihat sengaja dipasang di titik-titik tertentu, dengan tujuan ketika api
membesar, hewan-hewan akan lari dan masuk ke situ," kata dia.
Hambali
mengatakan saat ini para relawan yang terdiri dari forum komunikasi pencinta
alam (FKPA) Bitung, PMI, warga dan Tim Manggala Agni diistirahatkan untuk
sementara.
"Jadi
seperti biasanya setiap akhir pekan tepatnya hari Sabtu para relawan ditarik
dari tengah hutan ke flying camp yang masih terletak di dalam hutan untuk
melakukan evaluasi kinerja sepakan melakukan pemadaman," tutur Hambali.
Selain
untuk melakukan evaluasi atas kinerja selama pemadaman, dia mengatakan,
momentum itu dipergunakan puluhan relawan untuk beristirahat dari kepenatan dan
kepekaan kebulan asap yang membumbung tinggi ditengah hutan.
"Proses
pemadaman akan kembali dilanjutkan pada Senin pekan depan," kata dia.
Kondisi
Relawan Menurun
Wesly
Tamasiro, Koordinator Lapangan dari Forum Komunikasi Pencinta Alam (FKPA)
Bitung mengatakan, minimnya logistik menjadi kendala pihaknya untuk ikut
memadamkan api.
"Beberapa
relawan yang ada di posko harus dipulangkan karena kondisinya mulai menurun
akibat pasokan gizi tidak dibarengi dengan banyaknya kalori yang keluar saat
pemadaman api. Kami harus menempuh rata-rata 10 kilometer untuk memadamkan
api," kata Wesly.
Dia
mengatakan, memang para relawan sempat mendapat bantuan dari masyarakat, namun
hal tersebut juga tidak bisa bertahan lama.
Ada
puluhan relawan yang tergabung dalam pemadaman api ini.
Sudah
dua bulan para relawan berusaha ikut memadamkan api.
"Kalau
logistik masih mencukupi, maka kami akan membuka kembali perekrutan relawan.
Seperti sebelumnya yang sempat mencapai 100 orang. Kiranya pemerintah dapat
melihat persoalan ini sebagai persoalan mendesak kalau lambat ditangani maka
kebakaran hutan bisa mencapai 3000 ha, apalagi saat ini hujan belum juga
turun," kata dia.
Sementara
itu, anggaran Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Bitung mulai
menipis. Anggaran Rp 300 juta untuk tanggap bencana atas terbakarnya hutan
Konservasi Tangkoko hingga kini tak kunjung jelas pencairannya.
Adri
Supit, Kepala BPBD Kota Bitung tak menampik tentang belum cairnya anggaran
tersebut. Dia mengakui tak bisa berbuat banyak untuk melakukan pemadaman api di
Hutan Tangkoko.
"Dana
di instansi kami sudah menipis karena sudah dipakai selama dua hari
berturut-turut untuk pemadaman api pada pekan lalu, sehingga saat ini kami
harus menunggu dana bencana ini," ungkap Supit, Jumat (16/10). sumber:manado.tribunnews.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar